Arti Penting Kepemimpinan
Sihotang (2007:258), mengatakan
bahwa kepemimpinan adalah sebagai berikut:
“Kepemimpinan
adalah Keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang, agar mau
bekerja sama untuk mencapai tujuan yang memang dikehendaki bersama”.
Bernardine R. Wirjana dan Susilo
Supardo (2006:20), mengatakan bahwa kepemimpinan adalah sebagai berikut:
“kepemimpinan
adalah tindakan-tindakan oleh seorang atau beberapa orang yang mempengaruhi
kelakuan seseorang atau lebih dalam suatu kelompok”.
Berdasarkan beberapa pengertian
kepemimpinan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
aktivitas seseorang atau kelompok yang bersifat abstrak, tetapi hasilnya nyata
yang mempengaruhi kelakuan seseorang atau kelompok agar mau bekerja sama untuk
mencapai tujuan.
Tipologi
Kepemimpinan
Dalam praktiknya, dari ketiga
gaya kepemimpinan tersebut berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya
adalah sebagian berikut (Siagian,1997).
1. Tipe Otokratis.
Seorang pemimpin
yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut:
Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi, Mengidentikkan tujuan pribadi
dengan tujuan organisasi, Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata, Tidak
mau menerima kritik, saran dan pendapat, Terlalu tergantung kepada kekuasaan
formalnya, Dalam tindakan pengge-rakkannya sering mempergunakan pendekatan yang
mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
2. Tipe Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih
dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda
dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe
militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut : Dalam
menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan, Dalam
menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya, Senang
pada formalitas yang berlebih-lebihan, Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku
dari bawahan, Sukar menerima kritikan dari bawahannya, Menggemari
upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
3. Tipe Paternalistis.
Seorang pemimpin yang
tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri
sebagai berikut : menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa,
bersikap terlalu melindungi (overly protective), jarang memberikan kesempatan
kepada bawahannya untuk mengambil keputusan, jarang memberikan kesempatan
kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif, jarang memberikan kesempatan
kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya, dan sering
bersikap maha tahu.
4. Tipe
Karismatik.
Hingga sekarang
ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin
memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya
tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang
jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat
menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya
pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik,
maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan
kekuatan gaib (supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak
dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang
kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John F Kennedy
adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada
waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak
dapat digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng”.
5. Tipe
Demokratis.
Pengetahuan tentang
kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang
paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan
ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan
selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang
termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan
organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya, senang
menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya, selalu berusaha
mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan, ikhlas
memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat
kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat
kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain,
selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya, dan
berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kepemimpinan
1. Faktor Internal
Sebagai seorang pribadi, pemimpin tentu memiliki karakter unik yang membedakannya dengan orang lain. Keunikan ini tentu akan berpengaruh pada pandangan dan cara ia memimpin. Ada karakter bawaan yang menjadi ciri pemimpin sebagai individu, ada kompetensi yang terbentuk melalui proses pematangan dan pendidikan.
Menurut Mustodipradja, dengan mengutip Rothwell dan Kazanas, kompetensi pemimpin merupakan cerimanan kepribadian (traits) individual yang bersifat permanen yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Selain traits dan Spencer dan Zwell tersebut, terdapat karakteristik kompetensi lainnya, yatu berupa motives, self koncept.knowledge, dan skill.
Menurut review Asropi (2002), berbagai kompetensi tersebut mengandung makna sebagai berikut : Traits merunjuk pada ciri bawaan yang bersifat fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap berbagai situasi atau informasi. Motives adalah sesuatu yang selalu dipikirkan atau diinginkan seseorang, yang dapat mengarahkan, mendorong, atau menyebabkan orang melakukan suatu tindakan. Motivasi dapat mengarahkan seseorang untuk menetapkan tindakan-tindakan yang memastikan dirinya mencapai tujuan yang diharapkan. Self concept adalah sikap, nilai, atau citra yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri; yang memberikan keyakinan pada seseorang siapa dirinya. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam suatu bidang tertentu. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu, baik mental atau pun fisik.
Sebagai seorang pribadi, pemimpin tentu memiliki karakter unik yang membedakannya dengan orang lain. Keunikan ini tentu akan berpengaruh pada pandangan dan cara ia memimpin. Ada karakter bawaan yang menjadi ciri pemimpin sebagai individu, ada kompetensi yang terbentuk melalui proses pematangan dan pendidikan.
Menurut Mustodipradja, dengan mengutip Rothwell dan Kazanas, kompetensi pemimpin merupakan cerimanan kepribadian (traits) individual yang bersifat permanen yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Selain traits dan Spencer dan Zwell tersebut, terdapat karakteristik kompetensi lainnya, yatu berupa motives, self koncept.knowledge, dan skill.
Menurut review Asropi (2002), berbagai kompetensi tersebut mengandung makna sebagai berikut : Traits merunjuk pada ciri bawaan yang bersifat fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap berbagai situasi atau informasi. Motives adalah sesuatu yang selalu dipikirkan atau diinginkan seseorang, yang dapat mengarahkan, mendorong, atau menyebabkan orang melakukan suatu tindakan. Motivasi dapat mengarahkan seseorang untuk menetapkan tindakan-tindakan yang memastikan dirinya mencapai tujuan yang diharapkan. Self concept adalah sikap, nilai, atau citra yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri; yang memberikan keyakinan pada seseorang siapa dirinya. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam suatu bidang tertentu. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu, baik mental atau pun fisik.
Berbeda dengan keempat karakteristik kompetensi
lainnya yang bersifat intention dalam diri individu, skill bersifat action.
Skill menjelma sebagai perilaku yang di dalamnya terdapat motives, traits, self
concept, dan knowledge.
Dengan mengutip pendapat Spencer (1993) dan Kazanas (1993), Asropi menjelaskan bahwa kompetensi kepemimpinan secara umum dipilah menurut jenjang, fungsi, atau bidang, yaitu kompetensi berupa : result orientation, influence, initiative, flexibility, concern for quality, technical expertise, analytical thinking, conceptual thinking, team work, service orientation, interpersonal awareness, relationship building, cross cultural sensitivity, strategic thinking, entrepreneurial orientation, building organizational commitment, dan empowering others, develiping others. Kompetensi-kompetensi tersebut pada umumnya merupakan kompetensi jabatan manajerial yang diperlukan hampir dalam semua posisi manaj erial.
Ke 18 kompetensi yang diidentifikasi Spencer dan Kazanas tersebut dapat diturunkan ke dalam jenjang kepemimpinan berikut : pimpinan puncak, pimpinan menengah, dan pimpinan pengendali operasi teknis (supervisor). Kompetensi pada pimpinan puncak adalah result (achievement) orientation, relationship building, initiative, influence, strategic thinking, building organizational commitment, entrepreneurial orientation, empowering others, developing others, dan felexibilty.
Dengan mengutip pendapat Spencer (1993) dan Kazanas (1993), Asropi menjelaskan bahwa kompetensi kepemimpinan secara umum dipilah menurut jenjang, fungsi, atau bidang, yaitu kompetensi berupa : result orientation, influence, initiative, flexibility, concern for quality, technical expertise, analytical thinking, conceptual thinking, team work, service orientation, interpersonal awareness, relationship building, cross cultural sensitivity, strategic thinking, entrepreneurial orientation, building organizational commitment, dan empowering others, develiping others. Kompetensi-kompetensi tersebut pada umumnya merupakan kompetensi jabatan manajerial yang diperlukan hampir dalam semua posisi manaj erial.
Ke 18 kompetensi yang diidentifikasi Spencer dan Kazanas tersebut dapat diturunkan ke dalam jenjang kepemimpinan berikut : pimpinan puncak, pimpinan menengah, dan pimpinan pengendali operasi teknis (supervisor). Kompetensi pada pimpinan puncak adalah result (achievement) orientation, relationship building, initiative, influence, strategic thinking, building organizational commitment, entrepreneurial orientation, empowering others, developing others, dan felexibilty.
Dinyatakan, pemimpin yang berkualitas tidak puas
dengan “status quo” dan memiliki keinginan untuk terus mengembangkan dirinya.
Beberapa kriteria kualitas kepemimpinan manajer yang baik antara lain, memiliki
komitmen organisasional yang kuat, visionary, disiplin din yang tinggi, tidak
melakukan kesalahan yang sama, antusias, berwawasan luas, kemampuan komunikasi
yang tinggi, manajemen waktu, mampu menangani setiap tekanan, mampu sebagai
pendidik atau guru bagi bawahannya, empati, berpikir positif, memiliki dasar spiritual
yang kuat, dan selalu siap melayani.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal jika dikaitkan dengan formula Hersey dan Blanchard, adalah faktor bawahan dan situasi. Faktor bawahan adalah faktor yang disebabkan oleh karakter bawahan, di dalamnya terkait dengan status sosial, pendidikan, pekerjaan, harapan, ideologi, agama dll. Faktor-faktor itu tentu akan menentukan bagaimana pemimpin mengatur dan mempengaruhinya. Jika bawahan itu adalah siswa, maka pemipimpin akan menjalan pola kepemimpinan sesuai dengan karakter siswa. Karakter siswa pun akan berbeda-beda, ada yang belum dewasa sehingga pemimpin mendekatinya dengan pendekatan pedagogi, ada pula siswa yang sudah dewasa sehingga memerlukan pendekatan andragogi.
Faktor eksternal jika dikaitkan dengan formula Hersey dan Blanchard, adalah faktor bawahan dan situasi. Faktor bawahan adalah faktor yang disebabkan oleh karakter bawahan, di dalamnya terkait dengan status sosial, pendidikan, pekerjaan, harapan, ideologi, agama dll. Faktor-faktor itu tentu akan menentukan bagaimana pemimpin mengatur dan mempengaruhinya. Jika bawahan itu adalah siswa, maka pemipimpin akan menjalan pola kepemimpinan sesuai dengan karakter siswa. Karakter siswa pun akan berbeda-beda, ada yang belum dewasa sehingga pemimpin mendekatinya dengan pendekatan pedagogi, ada pula siswa yang sudah dewasa sehingga memerlukan pendekatan andragogi.
Faktor eksternal lain adalah faktor situasi.
Situasi ini berkaitan dengan aspek waktu, tempat, tujuan, karakteristik
organisasi dll. Bertalian dengan waktu, perkembangan ilmu dan pengetahuan
mempengaruhi cara pandang dan budaya manusia. Perkembangan itu berdampak pula
pada perubahan konsep kepemimpinan. Hasbi Umari (2006:1-4) memaparkan bahwa ada
perkembangan dalam kepemimpinan dilihat dari konteks sosial umat Islam.
Menurut Umari, Ada tiga fase dalam periodesasi
kepemimpinan umat di Indonesia. Setiap fase menunjukan genesis kepemimpinan
yang khas. Pertama, fase ulama. Pada fase ini, seseorang menjadi pemimpin umat
karena is memiliki pengetahuan agama yang mendalam dan menjadi rujukan umat. Ia
melewati masa awal hidupnya di pesantren sebagai santri dan menghabiskan sisa
hidupnya jugs di pesantren sebagai kiyai.
Kedua, fase organisator. Sebagai reaksi terhadap
kebijakan politis kolonial, mungkin antara lain politik etis, masyarakat
khususnya umat Islam membentuk organisasi (sosial, ekonomis, atau politis)
seperti Syarikat Islam, Muhanunadiyah, NU, Persis, Jami`atul Khair, dan
lain-lain. Pada fase ini, pemimpin Islam adalah pemimpin organisasi Islam.
Tentu raja, karir kepemimpinan kini tidak dimulai di pesantren, tetapi dari
organisasi. Orang menapak, secara berangsur-angsur atau melompat, hierarki organisasi.
Variabel kepemimpinan yang utama tidak lagi pengetahuan agama yang mendalam,
tetapi keterampilan organisasi (organization skill), termasuk lobbying dan
kasak kusuk. Yang sampai ke tingkat nasional, melalui jenjang organisasi, pada
umumnya, walaupun tidak selalu, adalah orang yang mempunyai pijakan loka1.
Fase ketiga, fase pemuka pendapat (opinion leader).
Pada fase pertama, pemimpin ulama lahir dan dibesarkan di pesantren. Pada fase
kedua, pemimpin organisator lahir dan dibesarkan di organisasi. Dan bagaiinana
pula dengan pemimpin umat di besarkan melalui media massa.. Ini adalah dampak
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang berdampak pada
kepemimpinan umat. Pada fase ini yang dianggap sebagai pemimpin umat adalah
para empu yang (dianggap) pandai melontarkan isu-isu penting untuk dijadikan
agenda media massa. Mereka menulis di media, atau menghadiri berbagai seminar
dan diskusi. Atau, mereka mampu menyedot massa yang banyak dalam acara-acara
mereka. Apabila media massa yang mengagendakan isu-isu mereka itu lokal, mereka
menjadi pemimpin umat berskala lokal. Apabila medianya nasional, merekamenjadi
pemimpin umat berskala nasional.
Implikasi
Manajerial Kepemimpinan dalam Organisasi
Teori
Managerial Grid, teori dikemukakan oleh Robert K. Blake dan Jane S. Mouton yang
membedakan dua dimensi dalam kepemimpinan, yaitu “concern for people” dan
“concern for production”. Pada dasarnya teorimanagerial grid ini mengenal lima
gaya kepemimpinan yang didasarkan atas dua aspek tersebut, yaitu :
Improvised artinya pemimpin menggunakan usaha yang paling sedikit untuk menyelesaikan tugas tertentu dan hal ini dianggap cukup untuk mempertahankan organisasi.
Country Club artinya kepemimpinann didasarkan kepada hubungan informal antara individu artinya perhatian akan kebutuhan individu dengan persahabatan dan menimbulkan suasana organisasi dan tempo kerja yang nyaman dan ramah.
Improvised artinya pemimpin menggunakan usaha yang paling sedikit untuk menyelesaikan tugas tertentu dan hal ini dianggap cukup untuk mempertahankan organisasi.
Country Club artinya kepemimpinann didasarkan kepada hubungan informal antara individu artinya perhatian akan kebutuhan individu dengan persahabatan dan menimbulkan suasana organisasi dan tempo kerja yang nyaman dan ramah.
Team yaitu kepemimpinan yang
didasarkan bahwa keberhasilan suatu organisasi tergantung kepada hasil kerja
sejumlah individu yang penuh dengan pengabdian dan komitmen. Tekanan untama
terletak pada kepemimpinan kelompok yang satu sama lain saling memerlukan.
Dasar dari kepemimpinan kelompok ini adalah kepercayaan dan penghargaan.
Task artinya pemimpin memandang efisiensi kerja sebagai factor utama keberhasilan organisasi. Penampilan terletak pada penampilan individu dalam organisasi.
Midle Road artinya kepemimpinan yang menekankan pada tingkat keseimbangan antara tugas dan hubungan manusiawi , dengan kata lain kinerja organisasi yang mencukupi dimungkinkan melalui penyeimbangan kebutuhan untuk bekerja dengan memelihara moral individu pada tingkat yang memuaskan.
sumber:
http://blog.sivitas.lipi.go.id/blog.cgi?isiblog&1253275195&&&1036006290&&1351745423&ayur001
http://mulyanto.blogdetik.com/index.php/2011/11/01/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-kepemimpinan-guru-dalam-pembelajaran/
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=57797
http://idhoidhoy.blogspot.com/2013/04/implikasi-manajerial-kepemimpinan-dalam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar